Krisis Populasi, Banyak Sekolah di Jepang yang Tutup!

 

Dalam 10 tahun terakhir, krisis populasi di Jepang semakin mengkhawartirkan. Bahkan, hal ini sampai menyebabkan banyak sekolah yang tutup di Jepang. Salah satu sekolah yang merasakan dampak dari hal ini adalah sekolah menengah pertama Yumoto di Prefektur Fukushima.

Sekolah ini dikabarkan akan tutup setelah siswa terakhir mereka lulus dari sana. Eita Sato dan Aoi Hoshi merupakan dua siswa terakhir yang bersekolah di sana. Sebelumnya, sekolah tersebut memang diisi dengan riuh ramai siswa, tetapi kini ruangan tersebut kosong dan hanya diisi oleh derap kaki kedua siswa tersebut.

Mereka seharusnya merayakan upacara kelulusan di SMP Yumoto, tetapi hal tersebut harus pupus dikarenakan sekolah harus tutup karena dampak dari krisis populasi yang terjadi di Jepang.

Sekolah yang sudah berusia 76 tahun tersebut akan tutup selamanya setelah tahun ajaran situs medusa88 berakhir di pekan lalu. Eita selaku siswa menyebut ia tidak menyangka sekolah akan benar-benar tutup.

“Kami sempat dengar desas-desus soal penutupan sekolah di tahun kedua kami, tetapi saya tak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya terkejut,” kata Eita.

Sekolah Yumoto sendiri berada di Desa Ten-ei, Prefektur Fukushima. Pada sekolah ini terdapat sekitar 50 lulusan per tahun selama masa kejayaan di pertengahan tahun 1960. Foto dari setiap angkatan kelulusan di pampang dekat pintu masuk. Mulai dari foto yang masih berwarna hitam putih, sampai ke yang sudah mulai berwarna.

Tetapi sejak tahun 2000, jumlah siswa yang ada di foto terlihat terus menurun. Bahkan di tahun 2022 lalu sampai tidak ada foto bersama untuk merayakan kelulusan.

Ketika SD, Eita dan Aoi berada pada kelas yang hanya diisikan lima pelajar saja. Dari jumlah tersebut, hanya dua orang saja yang melanjutkan pendidikan di Yumoto.

Mereka selama pembelajaran duduk berdampingan di tengah ruang kelas yang sebenarnya dirancang untuk 20 orang. Kata Eita, pada tahun pertama mereka bersekolah di sana, keduanya sering kali bertengkar.

Tetapi ketegangan antara keduanya mulai mereda saat mereka dapat beradaptasi dengan keadaan. Mereka mencoba untuk bisa mensimulasikan pengalaman seperti sekolah normal lainnya. Kegiatan setelah sekolah, mereka pun melakukan olahraga secara berpasangan, biasanya mereka melakukan tenis meja.

Penutupan sekolah di Jepang mulai meningkat dikarenakan tingkat kelahiran di Jepang yang anjlok. Di tahun 2022 saja, angka kelahiran di Jepang berada di bawah 800 ribu, ini menjadi rekor terendah baru di sana.

Menurut data dari pemerintah, setiap tahunnya Jepang menutup sampai 450 sekolah. Dari 2002 sampai tahun 2020, ada 9.000 sekolah di Jepang yang tutup. Kondisi ini juga membuat daerah yang terpencil menjadi semakin sulit.

“Saya khawatir orang tak akan menganggap daerah ini sebagai tempat pindah untuk memulai keluarga jika tak ada sekolah menengah pertama,” kata ibu Eita, Masumi, yang juga lulusan SMP Yumoto.

Ahli memperkirakan kalau penutupan desa yang ada di pedesaan akan membuat kesenjangan semakin lebar.

Touko Shirakawa yang merupakan dosen sosiologi di Universitas Sagami Women, penutupan dari sekolah ini membuat daerah terpencil menjadi berada di bawah tekanan lebih besar.

“Penutupan sekolah berarti kotamadya pada akhirnya akan menjadi tidak berkelanjutan,” kata Shirakawa.

Cara Pemerintah Jepang untuk Dorong Angka Kelahiran di Jepang

 

Dalam beberapa tahun terakhir dikabarkan angka kelahiran yang ada di Jepang terus menurun. Hal ini menimbulkan kekhawatiran yang membuat Pemerintah Jepang menerapkan beberapa kebijakan untuk bisa mendorong laju dari pertumbuhan penduduknya.

Bahkan dalam beberapa dekade terakhir ini, Jepang terus mengalami penurunan angka kelahiran. Sepanjang tahun 2020 kemarin saja, angka kelahiran yang ada di Jepang tercatat hanya berada pada kisaran 872.000 kelahiran saja. Dibandingkan dengan di Indonesia yang jumlah dari kelahirannya bisa mencapai 4-5 juta per tahunnya.

Tentu situasi ini sangat mengkhawatirkan untuk pemerintah dan membuat pertumbuhan ekonomi ke depannya menjadi terancam. Bahkan saat ini di Jepang penduduk usia produktif semakin berkurang dan jumlah penduduk manula terus bertambah setiap tahunnya.

Diperkirakan di tahun 2060, jumlah penduduk di Jepang hanya berada di angka 87 juta orang saja, di mana 40 persen di antaranya berusia 65 tahun ke atas.

Ada banyak alasan kenapa pasangan di Jepang enggan untuk memiliki anak, salah satunya adalah biaya untuk membesarkan anak di Jepang tidaklah murah. Apalagi jika tinggal di kota seperti Tokyo dan Osaka, biasanya biayanya bisa lebih banyak. Karena alasan ini juga, para pasangan di Jepang lebih memilih untuk memeliharan peliharaan seperti anjing atau kucing.

Ketidakpastian adanya lapangan pekerjaan pun juga menjadi hambatan untuk para pria muda menikah. Mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan pun kurang ideal di mata wanita. Tidak sedikit juga wanita yang menunda menikah karena memilih untuk mengejar karier. Karena menunda terlalu lama ini membuat mereka kesulitan memiliki keturunan karena sudah lewat usia produktif.

Lalu apa yang dilakukan oleh pemerintah Jepang untuk mengatasi hal ini? Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Jepang mendorong pasangan muda untuk menikah dan memiliki anak. Cara yang mereka lakukan adalah dengan memberikan dukungan dana pernikahan, dukungan dana kesehatan, Santunan dana melahirkan, Dana tunjangan anak, memberikan cuti melahirkan, cuti mengurus anak, memberikan fasilitas penitipasn anak, dan bahkan sampai mencarikan jodoh untuk mereka.

Ya, pemeritah Jepang memberikan banyak fasilitas yang  bisa dimanfaatkan oleh warganya untuk meneruskan keturunan mereka. Dana tunjangan ini hanya bisa dimanfaatkan oleh mereka yang meikah dan memiliki anak. Bahkan dana tunjangan anak akan diberikan kepada keluarga yang dianggap kurang mampu, mulai dari anak itu lahir sampai anak itu berusia 12 tahun.

Bahkan uniknya, insentif yang diberikan ini bukan hanya terbatas untuk warga negara Jepang saja, namun juga untuk warga negara asing yang berdomisili di Jepang yang sudah memenuhi persyaratan tertentu. Semoga insentif ini akan bisa semakin mendorong laju pertumbuhan penduduk Jepang, ya.

 

 

Jepang Sampaikan Siap Hadapi Krisis Kesehatan di KTT G20 Bali

Perdana Menteri Jepang Kishida Fumio dalam KTT G20 yang tengah berlangsung menyampaikan bahwa negaranya ingin memimpin upaya internasional untuk bersiap menghadapi krisis kesehatan di masa mendatang.

Kesehatan global menjadi agenda pada hari Selasa 15 November 2022. Hari pertama pertemuan para pemimpin yang di adakan di Bali itu. Kishida menjelaskan dukungan Jepang sejauh ini bagi negara – negara berkembang dan lainnya dalam menghadapi virus korona.

Ia menekankan bahwa masyarakat internasional perlu melanjutkan langkah – langkah Slot Spaceman penanganan virus korona karena pandemi masih berlanjut. Perdana Menteri Jepang itu juga menyebutkan pentingnya untuk bersiap menghadapi krisis kesehatan di masa mendatang berdasarkan pengalaman dari Covid – 19.

Kishida mengungkapkan perlunya sebuah sistem untuk memastikan semua orang di dunia bisa memperoleh akses layanan medis dan kesehatan yang dibutuhkan. Ia mengatakan Jepang menargetkan untuk memimpin upaya-upaya tersebut melalui kerja sama erat dengan negara-negara anggota G20.

 

Jepang Sampaikan Siap Hadapi Krisis Kesehatan di KTT G20 Bali

Presiden RI Joko Widodo telah membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada Selasa 15 November. Tema Presidensi G20 ‘Recover Together, Recover Stronger’ bertujuan untuk membangun kembali arsitektur kesehatan global yang lebih kuat dan dapat bertahan menghadapi krisis kesehatan di masa depan serta mempersiapkan generasi mendatang yang lebih baik.

Pada sesi kedua KTT G20 Kesehatan Presiden RI Joko Widodo menyampaikan dunia harus lebih siap, karena kesiapsiagaan akan menyelamatkan nyawa dan perekonomian kita. “Solidaritas dan keadilan harus jadi ruh arsitektur kesehatan global, negara berkembang harus di berdayakan sebagai bagian dari solusi.” Jelas Presiden Jokowi.

Pertemuan G20 merupakan sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara – negara dengan perekonomian besar di dunia. Terdiri dari 19 negara dan satu lembaga Uni Eropa. Dari sektor kesehatan, pertemuan ini bisa menjadi perantara untuk membuat vaksin global.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022 ini sangat strategis mengingat forum ini akan memberikan suatu percontohan yang nyata dan komprehensif untuk recovery global.

“Dari sektor kesehatan fokus utama adalah terkait dengan memperkuat arsitektur kesehatan global dengan 3 isu prioritas yang terdiri dari pembangunan sistem ketahanan kesehatan global, harmonisasi standar protokol kesehatan global, dan pengembangan pusat studi serta manufaktur untuk pencegahan, persiapan, dan respons terhadap krisis kesehatan yang akan datang.” Ujar Menkes Budi.

Korea Utara Mendapatkan Peringatan dari Jepang, Korsel, dan AS

 

Korea Utara dalam dua bulan terakhir ini telah secara intens menguji rudal balistik mereka. Hal ini mengundang keprihatinan dan juga kekhawatiran dari tiga negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan. Ketiga negara tersebut bahkan sepakat akan memberikan respons yang kuat dan tegas jika Korea Utara sampai melakukan uji coba nuklir ketujuh mereka.

“Mereka menegaskan kembali bahwa uji coba nuklir Korut akan ditanggapi dengan tanggapan yang kuat dan tegas dari masyarakat internasional,” Demikian yang diucapkan oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol, dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada pernyataan bersama setelah mereka bertemu di sela-selam East Asia Summit yang digelar di Phnom Penh, Kamboja, Ahad (13/11/2022).

Pada pekan lalu, Korea Utara sempat mengancam latihan militer gabungan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan Korea Selatan yang bertajuk “Vigilant Storm”. Menurut Pyeongyang, kegiatan ini menjadi provokasi terbuka dan juga latihan perang yang berbahaya. Latihan gabungan ini dilakukan oleh Washington dan Seoul ketika Korea Utara menunjukkan keaktifan pada aksi uji coba rudal balistik.

Di tanggal 27 Oktober 2022, Departemen Pertahanan AS telah merilis Nuclear Posture Review yang di mana Washington secara tegas memperingatkan pemimpin dari Korea Utara, Kim Jong-un untuk tidak menggunakan senjata nuklirnya.

“Setiap serangan nuklir oleh Korut terhadap AS atau sekutu serta mitranya tidak dapat diterima dan akan mengakibatkan berakhirnya rezim itu. Tidak ada skenario di mana rezim Kim dapat menggunakan senjata nuklir dan bertahan hidup,” kata AS dalam Nuclear Posture Review-nya.

Sedangkan di tanggal 9 Oktober 2022 lalu, AS tetap menyatakan bahwa mereka siap untuk melakukan pembicaraan mengenai denuklirisasi dengan Korea Utara. Ini telah disampaikan setelah Korea Utara melakukan peluncuran rudal balistik ketujud pada kurun waktu dua pekan.

“Kami ingin melihat denuklirisasi semenanjung Korea, dapat diverifikasi, lengkap, dan kami telah berkomunikasi dengan Korut,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby dalam program ABC “This Week”.

Menurutnya, tawaran untuk melakukan pembicaraan akan tetap berada di atas meja. Tetapi Kirby menyebutkan bahwa Kim Jong-un memutuskan untuk tidak lagi menerima tawaran tersebut. Ia bahwak tengah meningkatkan program rudal balistiknya dan berambisi dengan hal tersebut.

2 Menteri Jepang Mengundurkan Diri, Perdana Menteri Jepang Kian Terpuruk

Menteri Kehakiman Jepang, Yasuhiro Hanashi, mengundurkan diri pada Jumat 11 November. Ia merupakan menteri kedua yang mengundurkan diri dalam sebulan belakangan. “Saya memberikan surat pengunduran diri saya ke perdana menteri,” ujar Hanashi.

Hanashi mengundurkan diri di tengah hujan kritik karena pernyataan kontroversialnya mengenai eksekusi mati. Ia menarik perhatian karena mendukung eksekusi mati di pagi hari. teknik yang selama ini di kritik oleh sekelompok pembela hak asasi manusia.

Selama ini, Jepang baru akan memberikan notifikasi eksekusi kepada seorang terpidana mati di pagi di hari ia akan di eksekusi. Di saat komentarnya menuai kritik, Hanashi langsung meminta maaf pada hari Kamis 10 November.

Hanashi juga mengatakan di hadapan parlemen bahwa ia akan “menarik kembali pernyataan itu.” Namun, kritik masih terus menghujani dirinya sampai akhirnya ia mengundurkan diri. Ia juga di duga akan di gantikan oleh mantan menteri agrikultur, Ken Saito.

 

2 Menteri Jepang Mengundurkan Diri

Hanashi merupakan menteri kedua yang mengundurkan diri dalam sebulan belakangan. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Jepang, Minoru Terada, juga mengundurkan diri usai skandal pencatatan dana politiknya.

Deretan pengunduran ini terjadi di tengah kemerosotan popularitas partai berkuasa Jepang, Partai Demokratik Liberal (LDP). LDP memicu kontroversi karena di anggap terkait dengan Gereja Unifikasi, yang terseret dalam kasus pembunuhan Shinzo Abe pada 8 Juli lalu.

Pelaku penembakan Abe, Tetsuya Yamagami, mengaku memang berniat membunuh sang mantan pemimpin Negeri Matahari Terbit itu karena terkait dengan Gereja Unifikasi. Yamagami memendam dendam karena keluarganya jattuh miskin setelah ibunya mengucurkan banyak dana untuk donasi gereja Unifikasi.

Keluarga Abe memang mempunyai rekam jejak kedekatan dengan Gereja Unifikasi, begitu juga dengan sejumlah anggota partai berkuasa. Semenjak tragedi pembunuhan Abe, dukungan pubklik terhadap Kishida dan partai berkuasa pun merosot, dari 59 persen menjadi 46 persen dalam kurun 3 pekan.

Kantor penyiaran publik Jepang, NHK, melaporkan bahwa ini merupakan angka popularitas terendah Kishida selama menjabat sebagai PM.