Perkembangan Startup di Asia Tenggara Apakah Indonesia Siap Menjadi Pemain Utama ?

Dalam satu dekade terakhir, Asia Tenggara telah menjadi ladang subur bagi pertumbuhan startup. Dengan populasi TRISULA88 yang besar, peningkatan penetrasi internet, serta kemajuan teknologi finansial dan digital, kawasan ini menarik perhatian investor global yang melihat potensi besar untuk inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Di tengah geliat tersebut, Indonesia menjadi negara yang paling disorot. Namun, muncul pertanyaan besar: apakah Indonesia siap menjadi pemain utama dalam ekosistem startup Asia Tenggara?

Ledakan Startup di Asia Tenggara

Asia Tenggara, yang terdiri dari 11 negara, menyumbang lebih dari 650 juta penduduk—sebuah pasar yang sangat besar. Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan ini telah melahirkan banyak unicorn, seperti Grab dan Lazada dari Singapura, Gojek dari Indonesia, serta VNG Corporation dari Vietnam. Ekosistem startup di wilayah ini telah berkembang pesat, ditandai dengan peningkatan investasi ventura, inkubator teknologi, dan kebijakan pemerintah yang semakin mendukung digitalisasi.

Menurut laporan e-Conomy SEA dari Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai ekonomi digital Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai lebih dari USD 300 miliar pada tahun 2025. Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbanyak di kawasan ini, memiliki kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan tersebut.

Indonesia: Pasar Besar dengan Potensi Raksasa

Dengan lebih dari 270 juta jiwa, sebagian besar usia produktif, serta lebih dari 200 juta pengguna internet, negara ini menjadi pasar konsumen digital yang sangat besar. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya juga telah menjadi pusat pertumbuhan startup, dengan dukungan dari berbagai inkubator dan program akselerasi.

Beberapa unicorn dan decacorn asal Indonesia telah mengukuhkan posisinya di pasar regional, seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka. Merger antara Gojek dan Tokopedia menjadi GoTo, misalnya, menunjukkan ambisi Indonesia untuk membangun ekosistem teknologi kelas dunia yang kompetitif secara global.

Tantangan yang Masih Menghambat

Namun, menjadi pemain utama tidak hanya membutuhkan potensi pasar, tetapi juga kesiapan infrastruktur, regulasi, dan talenta digital. Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan signifikan:

  1. Kualitas SDM Teknologi
    Meskipun jumlah pengguna internet tinggi, Indonesia masih kekurangan tenaga kerja dengan keterampilan teknologi yang mumpuni. Banyak startup kesulitan merekrut programmer, engineer, dan manajer produk berkualitas tinggi.
  2. Infrastruktur Digital yang Belum Merata
    Koneksi internet yang cepat dan stabil masih terkonsentrasi di wilayah perkotaan. Akses yang terbatas di daerah pedesaan menghambat inklusi digital secara menyeluruh.
  3. Regulasi yang Belum Konsisten
    Perubahan kebijakan yang cepat dan tidak konsisten seringkali menjadi hambatan bagi investor dan pelaku startup. Misalnya, kebijakan perpajakan dan perizinan digital yang masih tumpang tindih membuat banyak pelaku usaha kesulitan beradaptasi.
  4. Persaingan Regional yang Ketat
    Negara seperti Singapura memiliki keunggulan dari sisi regulasi, insentif pajak, dan ekosistem pendanaan. Vietnam dan Thailand juga mulai menunjukkan perkembangan pesat dalam sektor teknologi digital.

Langkah Strategis Menuju Kepemimpinan Regional

Untuk benar-benar menjadi pemain utama di Asia Tenggara, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis, di antaranya:

  • Investasi dalam Pendidikan Digital dan STEM
    Pemerintah dan sektor swasta perlu memperkuat pendidikan di bidang teknologi, matematika, dan sains sejak dini, serta mendorong program pelatihan vokasi digital.
  • Kolaborasi Publik-Swasta
    Inisiatif bersama antara pemerintah, swasta, dan akademisi sangat penting untuk membangun ekosistem startup yang sehat dan berkelanjutan.
  • Mendorong Inovasi Daerah
    Pengembangan startup tidak boleh hanya terpusat di Jakarta. Kota-kota lain perlu didorong sebagai pusat pertumbuhan teknologi berbasis potensi lokal.
  • Regulasi yang Mendukung Inovasi
    Pemerintah harus menciptakan iklim regulasi yang mendukung eksperimen dan inovasi, dengan tetap melindungi konsumen dan kepentingan nasional.

Kesimpulan

Indonesia memiliki semua elemen dasar untuk menjadi pemimpin dalam ekosistem startup Asia Tenggara: populasi besar, pengguna digital yang masif, dan startup yang mulai menembus pasar global. Namun, potensi tersebut harus disertai dengan kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur digital, serta regulasi yang adaptif.

Jika tantangan-tantangan tersebut dapat diatasi secara strategis dan berkelanjutan, maka Indonesia bukan hanya siap menjadi pemain utama—melainkan juga bisa menjadi pusat inovasi teknologi yang menginspirasi kawasan bahkan dunia.

Cara Pemerintah Jepang untuk Dorong Angka Kelahiran di Jepang

 

Dalam beberapa tahun terakhir dikabarkan angka kelahiran yang ada di Jepang terus menurun. Hal ini menimbulkan kekhawatiran yang membuat Pemerintah Jepang menerapkan beberapa kebijakan untuk bisa mendorong laju dari pertumbuhan penduduknya.

Bahkan dalam beberapa dekade terakhir ini, Jepang terus mengalami penurunan angka kelahiran. Sepanjang tahun 2020 kemarin saja, angka kelahiran yang ada di Jepang tercatat hanya berada pada kisaran 872.000 kelahiran saja. Dibandingkan dengan di Indonesia yang jumlah dari kelahirannya bisa mencapai 4-5 juta per tahunnya.

Tentu situasi ini sangat mengkhawatirkan untuk pemerintah dan membuat pertumbuhan ekonomi ke depannya menjadi terancam. Bahkan saat ini di Jepang penduduk usia produktif semakin berkurang dan jumlah penduduk manula terus bertambah setiap tahunnya.

Diperkirakan di tahun 2060, jumlah penduduk di Jepang hanya berada di angka 87 juta orang saja, di mana 40 persen di antaranya berusia 65 tahun ke atas.

Ada banyak alasan kenapa pasangan di Jepang enggan untuk memiliki anak, salah satunya adalah biaya untuk membesarkan anak di Jepang tidaklah murah. Apalagi jika tinggal di kota seperti Tokyo dan Osaka, biasanya biayanya bisa lebih banyak. Karena alasan ini juga, para pasangan di Jepang lebih memilih untuk memeliharan peliharaan seperti anjing atau kucing.

Ketidakpastian adanya lapangan pekerjaan pun juga menjadi hambatan untuk para pria muda menikah. Mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan pun kurang ideal di mata wanita. Tidak sedikit juga wanita yang menunda menikah karena memilih untuk mengejar karier. Karena menunda terlalu lama ini membuat mereka kesulitan memiliki keturunan karena sudah lewat usia produktif.

Lalu apa yang dilakukan oleh pemerintah Jepang untuk mengatasi hal ini? Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Jepang mendorong pasangan muda untuk menikah dan memiliki anak. Cara yang mereka lakukan adalah dengan memberikan dukungan dana pernikahan, dukungan dana kesehatan, Santunan dana melahirkan, Dana tunjangan anak, memberikan cuti melahirkan, cuti mengurus anak, memberikan fasilitas penitipasn anak, dan bahkan sampai mencarikan jodoh untuk mereka.

Ya, pemeritah Jepang memberikan banyak fasilitas yang  bisa dimanfaatkan oleh warganya untuk meneruskan keturunan mereka. Dana tunjangan ini hanya bisa dimanfaatkan oleh mereka yang meikah dan memiliki anak. Bahkan dana tunjangan anak akan diberikan kepada keluarga yang dianggap kurang mampu, mulai dari anak itu lahir sampai anak itu berusia 12 tahun.

Bahkan uniknya, insentif yang diberikan ini bukan hanya terbatas untuk warga negara Jepang saja, namun juga untuk warga negara asing yang berdomisili di Jepang yang sudah memenuhi persyaratan tertentu. Semoga insentif ini akan bisa semakin mendorong laju pertumbuhan penduduk Jepang, ya.

 

 

Korea Utara Mendapatkan Peringatan dari Jepang, Korsel, dan AS

 

Korea Utara dalam dua bulan terakhir ini telah secara intens menguji rudal balistik mereka. Hal ini mengundang keprihatinan dan juga kekhawatiran dari tiga negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan. Ketiga negara tersebut bahkan sepakat akan memberikan respons yang kuat dan tegas jika Korea Utara sampai melakukan uji coba nuklir ketujuh mereka.

“Mereka menegaskan kembali bahwa uji coba nuklir Korut akan ditanggapi dengan tanggapan yang kuat dan tegas dari masyarakat internasional,” Demikian yang diucapkan oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol, dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada pernyataan bersama setelah mereka bertemu di sela-selam East Asia Summit yang digelar di Phnom Penh, Kamboja, Ahad (13/11/2022).

Pada pekan lalu, Korea Utara sempat mengancam latihan militer gabungan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan Korea Selatan yang bertajuk “Vigilant Storm”. Menurut Pyeongyang, kegiatan ini menjadi provokasi terbuka dan juga latihan perang yang berbahaya. Latihan gabungan ini dilakukan oleh Washington dan Seoul ketika Korea Utara menunjukkan keaktifan pada aksi uji coba rudal balistik.

Di tanggal 27 Oktober 2022, Departemen Pertahanan AS telah merilis Nuclear Posture Review yang di mana Washington secara tegas memperingatkan pemimpin dari Korea Utara, Kim Jong-un untuk tidak menggunakan senjata nuklirnya.

“Setiap serangan nuklir oleh Korut terhadap AS atau sekutu serta mitranya tidak dapat diterima dan akan mengakibatkan berakhirnya rezim itu. Tidak ada skenario di mana rezim Kim dapat menggunakan senjata nuklir dan bertahan hidup,” kata AS dalam Nuclear Posture Review-nya.

Sedangkan di tanggal 9 Oktober 2022 lalu, AS tetap menyatakan bahwa mereka siap untuk melakukan pembicaraan mengenai denuklirisasi dengan Korea Utara. Ini telah disampaikan setelah Korea Utara melakukan peluncuran rudal balistik ketujud pada kurun waktu dua pekan.

“Kami ingin melihat denuklirisasi semenanjung Korea, dapat diverifikasi, lengkap, dan kami telah berkomunikasi dengan Korut,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby dalam program ABC “This Week”.

Menurutnya, tawaran untuk melakukan pembicaraan akan tetap berada di atas meja. Tetapi Kirby menyebutkan bahwa Kim Jong-un memutuskan untuk tidak lagi menerima tawaran tersebut. Ia bahwak tengah meningkatkan program rudal balistiknya dan berambisi dengan hal tersebut.

2 Menteri Jepang Mengundurkan Diri, Perdana Menteri Jepang Kian Terpuruk

Menteri Kehakiman Jepang, Yasuhiro Hanashi, mengundurkan diri pada Jumat 11 November. Ia merupakan menteri kedua yang mengundurkan diri dalam sebulan belakangan. “Saya memberikan surat pengunduran diri saya ke perdana menteri,” ujar Hanashi.

Hanashi mengundurkan diri di tengah hujan kritik karena pernyataan kontroversialnya mengenai eksekusi mati. Ia menarik perhatian karena mendukung eksekusi mati di pagi hari. teknik yang selama ini di kritik oleh sekelompok pembela hak asasi manusia.

Selama ini, Jepang baru akan memberikan notifikasi eksekusi kepada seorang terpidana mati di pagi di hari ia akan di eksekusi. Di saat komentarnya menuai kritik, Hanashi langsung meminta maaf pada hari Kamis 10 November.

Hanashi juga mengatakan di hadapan parlemen bahwa ia akan “menarik kembali pernyataan itu.” Namun, kritik masih terus menghujani dirinya sampai akhirnya ia mengundurkan diri. Ia juga di duga akan di gantikan oleh mantan menteri agrikultur, Ken Saito.

 

2 Menteri Jepang Mengundurkan Diri

Hanashi merupakan menteri kedua yang mengundurkan diri dalam sebulan belakangan. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Jepang, Minoru Terada, juga mengundurkan diri usai skandal pencatatan dana politiknya.

Deretan pengunduran ini terjadi di tengah kemerosotan popularitas partai berkuasa Jepang, Partai Demokratik Liberal (LDP). LDP memicu kontroversi karena di anggap terkait dengan Gereja Unifikasi, yang terseret dalam kasus pembunuhan Shinzo Abe pada 8 Juli lalu.

Pelaku penembakan Abe, Tetsuya Yamagami, mengaku memang berniat membunuh sang mantan pemimpin Negeri Matahari Terbit itu karena terkait dengan Gereja Unifikasi. Yamagami memendam dendam karena keluarganya jattuh miskin setelah ibunya mengucurkan banyak dana untuk donasi gereja Unifikasi.

Keluarga Abe memang mempunyai rekam jejak kedekatan dengan Gereja Unifikasi, begitu juga dengan sejumlah anggota partai berkuasa. Semenjak tragedi pembunuhan Abe, dukungan pubklik terhadap Kishida dan partai berkuasa pun merosot, dari 59 persen menjadi 46 persen dalam kurun 3 pekan.

Kantor penyiaran publik Jepang, NHK, melaporkan bahwa ini merupakan angka popularitas terendah Kishida selama menjabat sebagai PM.